Terikat Penyelidikan Tindakan Kriminal, CEO Telegram Pavel Durov Dilarang Tinggalkan Prancis!
Ditulis pada 29 Agustus 2024 oleh RinePavel Durov, pendiri dan bos Telegram, saat ini berada di bawah sorotan hukum di Prancis. Pria berusia 39 tahun ini resmi diselidiki oleh jaksa Paris terkait dugaan keterlibatannya dalam kejahatan terorganisir yang melibatkan penggunaan aplikasi pesan Telegram. Meski tidak ditahan, Durov dikenakan pengawasan yudisial yang mengharuskannya membayar deposit sebesar €5 juta dan melapor dua kali seminggu ke kantor polisi di Prancis. Dia juga dilarang meninggalkan wilayah Prancis selama penyelidikan berlangsung.
Durov, yang lahir di Rusia dan kini juga memiliki kewarganegaraan Prancis, ditahan pertama kali saat tiba di bandara Le Bourget di utara Paris pada Sabtu lalu. Penahanannya didasarkan pada surat perintah terkait dugaan pelanggaran yang terjadi melalui aplikasi Telegram. Menurut pernyataan resmi jaksa Paris, Durov diselidiki atas beberapa dugaan pelanggaran serius, termasuk bersekongkol dalam pengelolaan platform online untuk transaksi ilegal oleh kelompok terorganisir, menolak bekerja sama dengan otoritas, dan terlibat dalam distribusi gambar seksual anak oleh jaringan kriminal.
Meskipun status penyelidikan resmi tidak secara otomatis berarti Durov bersalah atau akan diadili, langkah ini menunjukkan bahwa hakim menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyelidikan. Hingga saat ini, Durov belum memberikan tanggapan publik terkait kasus ini. Namun, pengacaranya, David-Olivier Kaminski, menegaskan bahwa Telegram selalu mematuhi semua peraturan digital di Eropa dan menerapkan moderasi yang setara dengan platform media sosial lainnya. Kaminski juga menyebut tuduhan terhadap kliennya sebagai sesuatu yang "tidak masuk akal," dan menegaskan bahwa Durov tidak terlibat dalam tindakan kriminal yang dituduhkan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kasus ini memicu perdebatan luas tentang kebebasan berpendapat dan tanggung jawab platform media sosial. Ini merupakan pertama kalinya seorang pemilik platform media sosial ditahan karena cara platform tersebut digunakan, yang semakin memanaskan diskusi online. Tokoh teknologi seperti Elon Musk, pemilik X, bahkan turun tangan membela Durov. Musk menyebut moderasi sebagai "kata propaganda" untuk sensor dan menyerukan pembebasan Durov.
Sementara sebagian besar platform media sosial besar bekerja sama dengan badan nasional dan internasional dalam menangani kasus-kasus kriminal serius seperti penyebaran gambar pelecehan seksual anak, Telegram dituduh tidak menanggapi isu ini dengan serius. Perusahaan yang kini berkantor pusat di Dubai tersebut bersikeras bahwa alat moderasinya sudah memenuhi standar industri.
Kasus Durov ini juga menarik perhatian internasional. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menegaskan bahwa penahanan Durov tidak ada kaitannya dengan politik dan Prancis tetap berkomitmen pada kebebasan berekspresi. Namun, pihak Rusia menyatakan bahwa tanpa bukti yang kuat, tuduhan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap perusahaan teknologi besar.
Telegram, yang didirikan pada 2013, merupakan salah satu platform media sosial terbesar di dunia dengan lebih dari 950 juta pengguna terdaftar. Platform ini populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya, serta Iran. Namun, baru-baru ini, BBC melaporkan bahwa Telegram berulang kali menolak bergabung dengan program internasional untuk mendeteksi dan menghapus materi pelecehan anak secara online, yang semakin menambah kontroversi.
Pavel Durov, yang juga mendirikan VKontakte, perusahaan media sosial populer di Rusia, meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak permintaan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform tersebut. Kini, dengan penyelidikan resmi yang sedang berlangsung di Prancis, masa depan Durov dan Telegram berada di bawah pengawasan ketat dunia internasional.